STRAWBERRY ( Selalu Taat dan RAjin memBERRY )
A. Al-Qur’ an surah An-nisa ayat 59 dan surah Al-maidah ayat 49.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Terjemah : hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulny dan ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasulnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya.
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Terjemah : Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling dari hokum yang telah diturunkan Allah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musbah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
Berkaitan dengan ayat di atas, sepanjang penulusuran yang kami lakukan bahwa kata ا أَطِيعُوا sangat sering berulang dalam Al-Qur’an. Kata berulang sampai 79 kali dengan segala perubahan katanya. Khusus untuk kata di atas berulang sampai 19 kali.[1] Mengapa kami memilih kata tersebut untuk dikaji, kata tersebut merupakan inti dari ayat tersebut.
Kemudian kata selanjutnya yang kami teliti adalah kata احْكُمْ yang merupakan potongan dari ayat 49 surah An-nisa. Kata ini berulang sampai 7 kali dan berulang sampai 203 kali dengan seluruh perubahan katanya. [2]
Menurut hemat kami bahwa meneliti ayat yang berkaitan dengan taat dan hukum merupakan hal yang sangat menarik, karna sebagian besar isi dalam Al-Qur’an membahas tentang hukum. Itu berarti membahas tema ini sama halnya membahas sebagian besar isi dalam Al-Qur’an. Buktinya saja ayat-ayat yang berkaitan dengan tema ini begitu banyak. Kami dapat mengambil kesimpulan bahwa berulang sampai beberapa kali karna begitu pentingnya dalam masyarakat.
A. Penafsiran para Ulama tafsir
1. surat An-nisa ayat 59
Pada Ayat 59 surat An-nisa dan ayat sesudahnya masih berhubungan erat dengan ayat ayat yang lalu, mulai dari ayat yang memerintahkan untuk beribadah kepada Allah serta berbakti kepada orang tua. Perintah-perintah itu, mendorong manusia untuk menciptakan masyarakatyang adil dan makmur, taat kepada Allah dan Rasul serta tunduk kepada ulil Amri, menyelesaikan perkara berdasrkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah
Ketika menafsrkan QS Al-imran ayat 35 Prof Quraish Shihab mengemukakan bahwa kalau diamati ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan taat kepada Allah dan rasulnya, ditemukan dua redaksi yang berbeda.[3] Sekali perintah taat kepada Allah dirangkaikan perintah taat kepada Rasul tanpa mengulangi kata taatilah seperti pada QS. Al-imran ayat 35 dan pada surat An-nisa ayat 59 kata taatilah diulangi , masing-masing sekali ketika memerintahkan taat kepada Allah dan sekali memerintahkan taat kepada Rasulnya.
Para pakar Al-Qur’an menerangkan bahwa apabila perintah taat kepada Allah dan Rasulnya digabung dengan menyebut dengan hanya satu kali kata taatilah, maka hal itu mengisyaratkan bahwa ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang diperintahkan Allah , baik yang diperintahkan secarea langsung di dalam Al-Qur’an maupun perintahnya yang dijelaskan oleh Rasul menyangkut hal-hal yang bersumber dari Allah, bukan beliau perintahkan secara langsung. Adapun bila perintah taat diulangi, maka disitu rasul mempunyai wewenang serta hak untuk ditaati walaupun tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an.[4] Itu sebabnya perintah taat kepada ulil amri tidak disertai kata taat karena mereka tidak memiliki hak untuk ditaati bila ketaatan terhadap mereka bertentangan dengan ketaatan kepada Allah atau Rasulnya.[5]
Pendapat ulama berbeda tentang makna kata ulil Amri . dari segi bahasa kata Uli adalah bentuk jamak dari Wali yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa kalau mereka banyak. Sedangkan kata Al-amri adalah perintah atau urusan . dengan demikian ulil Amri adalah orang yang berwewenang mengurus urusan kaum muslimin.[6]
Perlu dicatat bahwa kata Al Amru berbentuk makrifat.. ini menjadikan banyak ulama membatasi wewenang pemilik kekuasaan itu hanya pada persoalan-persoalan kemasyarakatan, bukan persoalan aqidah.[7]
Dari penjelasan ulama di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa taat terhadap ulil amri hanya taat karena adanya pelimpahan wewenang hokum yang berguna untuk mengatur kesejahteraan rakyat. Berbeda dengan ketaatan terhadap Allah dan Rasulnya. Kemudian arti taat bukan berarti menerimah mentah-mentah perintah tersebut. Tetapi kritis dan ikhlas sepenuh hati melakukannya.
Di lain pendapat pada ayat ini dengan sendirinya menjelaskan bahwa masyarakat manusia, dan di sini dikhususkan masyarakat orang yang beriman, mestilah tunduk kepada peraturan. Peraturan yang maha tinggi ialah peraturan Allah. Inilah yang pertama kali wajib ditaati.[8] Allah telah menurunkan peraturan itu dengan mengutus rasul-rasul dan penutup segala rasul itu adalah Nabi Muhammad SAW. Rasul-rasul membawa undang-undang tuhan yang termaktub di dalam kitab-kitab suci seperti taurat, zabur, injil, dan Al-Qur’an. Maka isi kitab suci itu semua pokoknya ialah untuk kesalamatan dan kebahagiaan kehidupan manusia. Ketaatan kepada Allah mengenai tiap-tiap diri manusia walaupun ketika tidak ada hubungannya dengan manusia lain. Umat beriman disuruh terlebih dahulu taat kepada Allah, sebab apabila dia berbuat baik, bukanlah semata-mata karena takut terhadap manusia dan bukann pula karena semata-mata mengharapkan keuntungan duniawi dan jika dis meninggalkan berbuat suatu pekerjaan yang tercela, bukan pula takut terhadap ancaman manusia. Dengan taat kepada Allah menurut agama, berdasar iman kepada tuhan dan hari akhirat manusia dengan sendirinya menjadi baik. Dia merasa bahwa siang dan malam tidak lepas dari penglihatan dan pengamatan tuhan.[9]
Kemudian itu orang yang beriman diperintahkan pula taat kepada Rasul. Sebab taat kepada rasul adalah merupakan lanjutan dari taat kepada Allah. Banyak perintah tuhan yang wajib ditaati, tetapi tidak dapat dijalankan tanpa melihat contoh yang teladan. Maka contoh teladan itu adalah rasul. Derngan taat kepada Rasul barulah sempurna beragama. Sebab banyak orang yang percaya kepada Tuhan tetapi dia tidak beragama. Sebab dia tidak percaya kepada Rasul. Maka dapatlah disimpulkan bahwa perintah taat kepada Allah dan Rasul itu dengan teguh memegang Al-Qur’an dan As-sunnah.[10]
Menurut pendapat Prof Hamka bahwa kata minkum pada ayat 59 surat An-nisa mempunyai dua arti yaitu, pertama di antara kamu yang kedua daripada kamu.[11] Maksudnya yaitu yang berkuasa itu adalah dari kamu juga, naik dan terpilih atas kamu juga dan kamu mengakui kekuasaannya.
Sejak Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah, sehari setelah sampai di Madinah itu telah berdiri suatu kekuasaan atau pemerintahan islam yang Nabi sendiri yang memegang tampuk pemerintahan itu. Di kiri kanannya berdirilah beberapa pembantu. Pembantu utama ialah para sahabat yang termasuk Khulafah Ar-Rasyidin.[12]
Urusan kenegaraan dibagi dua bahagian. Yang mengenai agama semata-mata dan yang mengenai urusan umum. Urusan semata-mata menunggu wahyu dari tuhan tetapi urusan umum seumpama peran dan damai ,membangunkan tempat beribadat dan bercocok tanam diserahkan kepada kamu sendiri. Tetapi dasar utamanya adalah syura yaitu permusyawaratan. Dari hasil syura ialah menjadi keputusan yang wajib ditaati oleh seluruh orang beriman. Yang bertugas menjaga hasil syura ialah Ulil Amri.[13]
Supaya ketaatan kepada Ulil Amri itu dapat dipertanggungjawabkan , urusan-urusan duniawi hendaklah di musyawaratkan. Bahkan perintah-perintah Allah sendiripun , mana kelancarannya berkehendak pada duniawi hendaklah dimusyawaratkan.
Tentang Ulil Amri setengah ulam berpendapat bukan ulama agama saja bahkan termasuk juga panglima-panglima perang dan penguasa-penguasa besar, petani-petani dalam Negara.[14] Moh Abduh berpendapat di zaman modern kita ini direktur-direktur pengusaha besar, professor, sarjana di berbagai bidang, wartawan dan lain-lain yang terkemuka di masyarakat adalah Ahlul Halli Wal Aqdi (ahli mengikat dan menguraikat ikat). Berhak diajak bermusyawarah.[15]
Oleh sebab itu maka jelaslah bahwa islam memberikan lapangan luas sekali tentang siapa yang patut dianggap Ulil amri, yang patut diajak musyawarah pemungutan suara atau kepala pemerintahan saja menunjuk siapa yang patut, yaitu lalu diakui dan ditaati oleh orang banyak.
Dari sinilah penulis mencoba memaparkan bahwa inti dari ayat ini adalah kesejahteraan terhadap suatu Negara, apabila urusan urusan itu adalah urusan kenegaraan maka urusan itu juga menjadi urusan keagamaan. Karena memperjuangkan Negara adalah hal yang diperintahkan oleh agama. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekarang yang lebih membutuhkan penjelasan peersoalan-persoalan kenegaraan maka hal yang paling urgen yang perlu dibahas dalam hal ini adalah pemerintah dan pemerintahan. Pemerintahan sekarang sangat berkaitan erat dengan agama, karena negaralah yang menjadi penggerak utama dalam masyarakat.
Begitu pentingnya persoalan Negara sampai ketika nabi wafat maka pemakamannya ditunda sampai ada pemimpin yang menggantikan beliau. Begitupula ketika Abu Bakar yang berwasiat supaya umar menjadi penggantinya.
Namun bagaiman ketika seorang Ulil Amri yang berlaku zalim maka itupula harus ditindak keras, karena nasib masyarakat sangat bergantung pada akhlak seoorang pemimpin.
Seperti yang dialami oleh Negara kita sekarang yang pemerintahan yang terombang-ambing sehingga lahirlah ketidak jelasan terhadap Negara ini. Contohnya saja dalam hal keadilan, Negara kita masih jauh dari nilai-nilai keadilan. Bayangkan seorang nenek yang mengambil sebiji buah coklat dihukum sampai beberapa bulan sedangkan koruptor yang mengambil uang rakyat atau Negara yang sampai teriliunan dan miliaran begitu alur dan lambat dalam menanganinya. Ketika memutuskan sebuah perkara itupun tidak sesuai dengan hukuman yang seharusnya diterimah. Maka dari itu hendaklah kita sebagai umat mampu mengikuti dengan baik apa yang menjadi aturan Allah, Rasul dan para ulil Amri. Sehingga Negara kita damai, aman, dan sentosa.
2. Surat Al-maidah ayat 49.
Sekali lagi melalui ayat ini, Allah mengulangi perintahnya menetapkan hokum sesuai dengan apa yang diturunkannya, yang telah diperintahkannya pada ayat yang lalu. Ayat yang lalu menunjukkan konsekuensi turunnya petunjuk ilahi, dan perintah pada ayat ini adalah karaena apa yang telah diturunkan itu merupakan kemaslahatan manusia. Perintah ini ditekankan, karena orang-orang yahudi dan yang semacam mereka tidak henti-hentinya berupaya menarik hati kaum muslimin dengan berbagai cara.
Kemudian potongan ayat yang berarti: supaya mereka tidak memalingkanmu dari sebagian apa yang telah diturunkan kepadamu, ayat ini menekankan kewajiban berpegan teguh terhadap apa yang diturunkan Allah secara utuh dan tidak mengabaikannya walau sedikitpun.. di sisi lain hal ini mengisyaratkan bahwa lawan-lawan umat islam senantiasa berusaha memalingkan umat islam dari ajaran islam walaupun hanya sebagian saja.[16] Dengan meninggalkan sebagian ajarannya, keberagaman umat islam akan runtuh. Karena sel-sel ajaran isalam sedemikian terpadu, mengaitkan sesuatu yang terkecil sekalipun dengan Allah SWT.
Menurut sepengetahuan kami, bahwa setiap ayat yang turun pasti terkhusus kepada Nabi. Dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwa Rasul saja yang kita anggap ma’shum menerimah ayat ini apa tah lagi kita sebagai umat yang jauh dari kesempurnaan. Di sisi lain ayat ini membuktikan bahwa adanya pemeliharaan Allah terhadap hambanya.
Kemudian lanjutan ayat selanjutnya yaitu maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah hendak menimpakan musibah kepada mereka, merupakan hiburan kepada Nabi SAW. Yang menghadapi keengganan orang yahudi dan nasrani menerimah ajakan beliau. Selanjutnya penggalan kata selanjutnya pada potongan ayat tersebut, sengaja dicantumkan untuk mengisyaratkan bahwa penyampaian hakikat itu adalah sebagai pengajaran kepada Nabi dan siapapun tentang kehendak Allah dalam pengertian di atas, sehingga karena itu merupakan kehendaknya, maka tidak wajar keenggana mereka beriman melahirkan kesedihan.[17]
Kemudian penggalan kalimat: disebabkan sebagian dosa-dosa mereka, mengandung makna bahwa sebagian dosa mereka yang lain, Allah abaikan karena memang rahmatnya sedemikian luas dan pengampunannya sedemikian besar, sehingga sebagian dosa manusia diampuni sesuai dengan firmannya.[18]
Selanjutnya potongan ayat sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Artinya tidak sedalam-dalamnya mengikuti tuntunan agama kebanyakan manusia menyalahi tuntunan Allah yang menentang yang hak.[19]
Muhammad bin ishak meriwayatkan dari ibnu Abbas berkata: terjadi percakapan anatara Ka’ab bin Asad dan Abdullah bin Syiria dan Syas bin Qais mereka berkata: marilah pergi menemui Muhammad kalau dapat mempengaruhi atau menyelewenkan dia dari agamanya maka mereka dating kembali dan berkataya Muhammad anda telah mengetahui bahwa kami pendeta, guru dari kaum yahudi dan terkemuka di antara mereka dan bila kami ikut kepadamu pasti orang yahudi mengikuti kami dan tidak ada yangt menentang kami dan kini terjadi sengketa antara kami dengan suku yang lain kami akan mengajak mereka bertahkim kepadamu jika kamu berjanji memenangkan kami, kami akan percaya kepadamu namun Nabi menolak.[20]
Memenangkan yang salah dan mengalahkan yang benar adalah hokum jahiliyyah yang sekarang lebih favorit disebut hokum rimba. Siapa yang kuat, kaya dan punya kekuasaan maka itulah yang menang. Pengaruh karena ketinggian kedudukan , karena dia pemuka agama, karena mungkin bangsawan, karena dia disegani menjadikan semuanya menjadi fakta utama di dalam mempertimbangkan hokum.
Di sinilah terasa beratnya memikul tugas menjadi ulama dalam islam. Disamping memperdalam ilmu tentang hokum, memperluas ijtihad, hendaklah pula ulama kita meniruulama pelopor zaman dahulu.
Melihat inti dari ayat ini adalah bagaiman menegakkan hokum setegas-tegasnya, mampu menentukan kebenaran dan kesalahan. Dalam hal ini mampu berlaku adil terhadap semua golongan tanpa memandang bulu warna dan martabat. Suatu perkara yang melanda Negara kita sekarang adalah banyaknya terjadi KKN yang mana banyak membuat Negara ini melarat dan tertinggal jauh dari Negara-negara maju lainnya. Tugas kita sebagai penerus bangsa harus mampu memerangi masalah KKN itu.
B. Munasabah ayat.
Berbicara soal munasabah ayat, tentu saja kita akan membahas dan berusaha mekorelasikan ayat ini sesuai dengan makna, kandungan dan asbabun nuzul ayat tersebut.
Berdasarkan asbabun nuzul, ayat 59 surat An-nisa turun mengenai Abdullah bin Hudzafah bin Qais sewaktu di utus oleh nabi memimpin suatu pasukan tempur. Ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibni Abbas.[21]
Ad-dawudi berkata: riwayat ini mereka menyalah gunakan nama Ibni Abbas, karena sesungguhnya Abdullah bin Hudzafah ketika berangkat dan keluar bersama pasukannya, ia marah-marah, lalu ia menyalakan api dan berkata: terjunlah kalian, maka sebagian mereka banyak yang menolak dan sebagian lagi banyak yang terjun ke dalamnya. Ad-dawudi berkata lagi: sekiranya ayat ini diturunkan sebelumnya, mengapa dikhususkan pada Abdullah bin Hudzafah untuk mentaatinya bukan yang lain.[22] Ini berarti bahwa ayat ini turun karna adanya sebagian pasukan yang menolak untuk turun berperang.
Kemudian sebabb turun ayat 49 surat Al-maidah, diriwayatkan oleh ibnu ishak yang bersumber dari ibni Abbas bahwa Ka’ab bin Usaid Abdullah bin suraya dan Saisy bin Qais berkata: pergilah kalian bersama kami menghadap Muhammad, mudah-mudahan kami dapat memalingkannya dari agamanya. Sesampainya di tempat Nabi mereka berkata; ya Muahammad sesungguhnya kamu tau bahwa kami adalah pendeta-pendeta Yahudi, orang-orang terhormat, ketika kami mengikuti jejakmu maka orang yahudi akan mengikuti jejakmu ketika kamu memenangkan kami atas mereka dalam perkara ini, lalu Nabi menolaknya.[23]
Ketika kita mekorelasikan ayat ini maka pada ayat pertama turun karna penolakan atas orang yang tidak mau turun peran dan ayat kedua adalah perintah untuk berlaku adil terhadap semua perkara. Nah letak kesesuaian ayat tersebut adalah bagaiman seorang rakyat menaati atas perintah Allah, Rasul dan para pemimpin mereka. Kemudian sebaliknya para pemimpin tersebut bagaimana berlaku adil terhadap rakyat-rakyatnya tanpa memandang bulu dan warna. Ketika para rakyat yang disimbolkan dalam asbabun nuzul adalah pasukan mampu untuk menaati aturan-aturan yang telahh ditetapkan oleh pemerintah begitupun pemerintah mampu untuk berlaku adil terhadap raklyatnya, maka apa yang disebutkan opleh akhir ayat ke 59 surat An-nisa yaitu keutamaan dan akibat yang baik dapat terealisasikan. Keutamaan menurut hemat kami dalam hal ini adalah adanya keseimbangan antara pemerintah dan rakyat biasa. Kemudian akibat adalah kesejahteraan, damai dan makmur.
Inilah korelasi di antara dua ayat tersebut. Bagaimana sesorang pemimpin mampu berklaku adil terhadap rakyatnya, begitupun rakyat mampu mematuhi rambu-rambu pemerintahan.
Kedamaian, kesejahteraan dan ketentraman tergantung terhadap siapa yang menjalani. Artinya kita ini semua menginginkan hal tersebut, maka dari itu hendaklah kita mampu merubah diri kita masing-masing minimal dengan merubah paradigma kita, cara berpikir kita, sehingga kita dapat bersaing dengan Negara- Negara yang lebih maju daripada Negara kita. Kita mampu berubah ketiak kita memulai dari sekarang.
Al quran > Surah Al Baqarah> Ayat 195
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Al quran > Surah Al Baqarah> Ayat 215
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya
Al quran > Surah Al Baqarah> Ayat 245
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan
Al quran > Surah Al Baqarah> Ayat 261
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar