JURUS
USTADZ MELAWAN AHLI MAKSIAT
Pada suatu hari seorang ustadz didatangi oleh
seorang lelaki yang gemar melakukan
maksiat. Lelaki tersebut meminta nasehat kepada ustadz
agar ia dapat menghentikan perbuatan
maksiatnya.
Ia berkata, "Ya Ustadz, aku ini seorang
yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong
berikan aku cara yang ampuh untuk
menghentikannya!"
Setelah merenung sejenak, ustadz berkata,
"Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang
kuajukan, aku tidak keberatan kau berbuat
dosa."
Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang
besar lelaki balik bertanya, "Apa saja syarat syarat
itu, ya ustadz?"
"Syarat pertama, jika engkau
melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan
rezeki Allah," ucap ustadz.
Lelaki mengernyitkan dahinya lalu berkata,
"Lalu aku makan dari mana? Bukankah segala
sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki
Allah?"
"Benar," jawab ustadz dengan tegas.
"Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah
engkau memakan rezeki-Nya, sementara kau
terus-menerus melakukan maksiat dan
melanggar perintah-perintah Nya?"
"Baiklah," jawab lelaki tampak
menyerah. "Kemudian apa syarat yang kedua?"
"Kalau kau bermaksiat kepada Allah,
janganlah kau tinggal di bumi-Nya," kata ustadz lebih
tegas lagi.
Syarat kedua membuat lelaki lebih kaget lagi.
"Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku
harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan
segala isinya ini milik Allah?"
"Benar wahai hamba Allah. Karena itu,
pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas
memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya,
sementara kau terus berbuat maksiat?" tanya
Iustadz.
"Kau benar ustadz," ucap lelaki kemudian.
"Lalu apa syarat ketiga?" tanya lelaki
dengan penasaran.
"Kalau kau masih bermaksiat kepada
Allah, tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dan
tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempar
bersembunyi dari-Nya."
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima.
"Ya Ustadz, nasihat macam apa semua ini? Mana
mungkin Allah tidak melihat kita?"
"Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu
melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki-
Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan
maksiat kepada-Nya, pantaskah kau
melakukan semua itu?" tanya Ibrahin
kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan
terkesima. Semua ucapan itu membuat lelaki tidak
berkutik dan
membenarkannya.
"Baiklah, ya ustadz, lalu katakan
sekarang apa syarat keempat?"
"Jika malaikat maut hendak mencabut
nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum
mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal
saleh."
Lelaki termenung. Tampaknya ia mulai
menyadari semua perbuatan yang dilakukannya selama
ini. Ia kemudian berkata, "Tidak
mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan."
"Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup
mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara
apa kau dapat menghindari murka Allah?"
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya
syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir.
Ustadz untuk kesekian kalinya memberi nasihat
kepada lelaki itu.
"Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah
hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti,
janganlah kau bersedia ikut dengannya dan
menjauhlah!"
Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi
mendengar nasihatnya. Ia menangis penuh
penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia
berkata, "Cukup…cukup ya Ustadz! Jangan kau
teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi
mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan
beristighfar dan bertaubat nasuha kepada
Allah."
Jahdar memang menepati janjinya. Sejak
pertemuannya dengan ustadz, ia
benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan
ibadah dan semua perintah-perintah Allah
dengan baik dan khusyu'.
Ustadz
yang sebenarnya adalah seorang pangeran yang berkuasa di Balakh itu
mendengar bahwa di salah satu negeri
taklukannya, yaitu negeri Yamamah, telah terjadi
pembelotan terhadap dirinya. Kezaliman
merajalela. Semua itu terjadi karena ulah gubernur
yang dipercayainya untuk memimpin wilayah
tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar