UNTUK
PARA PEMBUJANG........
Alangkah indahnya gambaran hidup
berkeluarga itu dibanding dengan hidup membujang. Membujang adalah suatu
kehidupan yang kering, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan
yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas
dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua
tanggungjawab.
Orang yang membujang pada umumnya
hanya hidup untuk dirinya sendiri. Ia tidak mau melibatkan kegiatan sosial
untuk kepentingan masyarakat luas, lebih dari seperlu dirinya. Mereka membujang
bersama hawa nafsu dan naluri mereka, sehingga kemurniaan semangat dan
rohaninya menjadi keruh. Dalam hal ini Imam Al Ghozali melukiskan peran hawa
nafsu tersebut sebagai berikut :
“Apabila hawa nafsu itu berhasil menang dan sudah tidak
mampu lagi ditundukkan oleh kekuatan takwa, maka ia akan menyeret pemiliknya
kepada berbagai bentuk kekejian. Sedangkan jika hawa nafsu bisa dikendalikan
dengan kekangan takwa maka ia akan berguna untuk menghentikan anggota badan
pemiliknya dari hasutan nafsunya, menundukkan pandangan, dan memelihara
farjinya. Adapun pemeliharaan hati dari was-was dan keraguan, ini tidak bisa
diatur dibawah perintahnya, namun nafsunya selalu menarik dan membisikinya
tentang berbagai masalah, termasuk tentang persetubuhan. Setan membisikinya dengan
berbagai bisikan dalam berbagai waktu, kadang-kadang ia melakukan aksinya
ketika korbannya dalam keadaan sholat. Terjadi dengan membayang-bayangkan semua
hal, termasuk juga masalah persetubuhan, yang jika hal ini diungkapkan kepada
orang yang paling hina di dunia, tentulah ia akan merasa malu, dan kelak Allah
akan memperlihatkan potret hatinya itu.” (Ihya Ulumuddin, Abu Hamid Al-
Ghozali, dalam kitab Adabun Nikah).
Kehidupan berkeluarga akan
memberi kelegaan diri dan menimbulkan perasaaan senang, apalagi bila didampingi
isteri yang senantiasa membantunya untuk lebih tekun beribadah dan isteri yang
lebih menguatkan semangat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al Imam Ghozali
selanjutnya berkata: “Jiwa seorang itu cepat letih. Jika dihibur
dengan kelezatan, maka lkeletihan yang datang menjadi hilang sehingga jiwa
kembali kuat dan bersemangat. Dan dengan bersenang-senang bersama wanita,
sering kali duka derita menjadi hilang serta membawa hati menjadi bahagia. Maka
hendaknya jiwa orang muttaqin itu diberi hiburan yang halal. Karena itulah
Allah berfirman :”liyas kuna ilaihaa, supaya ia merasa senang kepadanya (
Istri-istrinya) ( Al A’raf : 189).
Secara singkat bahwa membina
keluarga itu sangat perlu, tidak terkecuali terhadap orang-orang yang sering
melanggar aturan Allah, karena hal ini merupakan kesempatan baik baginya untuk
bertobat dan menjadi orang shaleh.
Nah, jelaslah kini bahwa keengganan
membina rumah tangga dan keengganan untuk merealisasikan cita-cita yang
terkandung di dalamnya, seperti apa telah ditulis diatas, padahal ia mampu
untuk melakukannya, maka jika dipandang dari pengikut sunnah Rasulullah SAW
adalah sebagai perbuatan yang tidak baik. Seharusnya ia mengetahui bahwa
kehidupan ini membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, mendambakan persaudaraan dan
gotong-royong, mencita-citakan kesucian dan kehormatan. Hidup bukanlah untuk
bermalas-malasan, berhela-hela, atau memelihara sikap egois. Islam tidak membenarkan ummatnya hidup ala rahib
yang menyepi dalam biara, begitu pula sebaliknya hidup bergelimang dalam
kerusakan.
Karena itulah Islam tidak
menyetujui sikap orang yang tidak mau menikah dan malah mengancamnya dengan
keras.
Begitu Rasulullah SAW mendapat
laporan bahwa Ukkaf Ibnu Wada’ah Al Hilali tidak mau menikah, padahal ia mampu
untuk melaksanakannya, maka Rasul menegurnya:
“Apakah engkau mempunyai isteri ?
Ya, Ukkaf.
Dia menjawab :”Tidak....”
“Apakah engkau juga tidak
mempunyai hamba sahaya?”
Dia menjawab: “Tidak....”
“Padahal engkau seorang yang
sehat dan berada?!”
Dia menjawab: Ya, Alhamdulillah!’
Kalau begitu kamu ini adalah
saudara setan. Kau boleh pilih apakah akan menjadi seorang rahib Nasharani atau
seorang dari kami dengan mengikuti apa yang kami lakukan. Di antara sunnahku adalah
menikah, dan orang yang paling jahat di antara kalian ialah orang yang hidup
membujang, dan mayat yang paling hina di antara kalian adalah mayat bujangan. Celaka
engkau, ya ‘Ukkaf! Menikahlah!
“ Ya ,Rasulullah. Aku tidak akan
kawin kecuali dengan wanita yang engkau pilih, siapapun orangnya.”
“Aku telah kawinkan engkau atas
nama Allah dan keberkahan yang mulia dengan Kaltsum Al Himyati.”
Rasulullah SAW tidak
tanggung-tanggung dalam memberikan predikat buruk kepada para pembujang yang
tidak kawin. Karena hidup membujang itu pada umumnya, dilengkapi dan bisa
menimbulkan banyak penyimpangan serta bisa meremehkan nilai-nilai akhlaq yang
dapat dipertahankan oleh orang-orang berkeluarga. Karena kecenderungan di atas,
yaitu cenderung tidak mempunyai rasa tanggung jawab dan tidak mempunyai
ketahanan melawan berbagai bujuk rayu, sehingga kejahatan lebih dekat kepada
mereka dan setan akan lebih mudah menggelincirkan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar