MEMAKAN HASIL KERJA SENDIRI
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah bersabda,
yang artinya: "Tidak ada sama sekali cara yang lebih baik bagi seseorang untuk makan selain dari memakan hasil karya tangannya
sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud 'alaihis salam makan dari hasil jerih payahnya sendiri" (HR. Bukhari).
Alkisah, hiduplah seorang yang terkenal dengan kesalehannya, sebut saja si Fulan. Ia mempunyai sahabat karib ( yang bernama Ibrahim ) yang terkenal sangat zuhud. Orang sering memanggil Ibrahim dengan panggilan Abu Ishak.
Pada suatu hari,si Fulan berangkat ke negeri orang untuk berdagang.
Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya
itu. Namun belum lama si Fulan meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya
menjadi heran, mengapa ia pulang
begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang ditujunya sangat
jauh lokasinya. Ibrahim yang saat itu
berada di masjid langsung bertanya kepada si Fulan, sahabatnya. "Wahai Fulan sahabatku,
mengapa engkau pulang begitu cepat?""Dalam perjalanan", jawab si
Fulan, "aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskanuntuk segera
membatalkan perjalanan"."Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya Ibrahim
penasaran."Ketika aku sedang
beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak", jawab si Fulan menceritakan,
"aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya
dalam hati. "Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada
ditempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan
pun ia tak bisa"."Tidak lama kemudian", lanjut si Fulan,
"ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil
membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu.
Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi
makanan oleh temannya yang sehat"."Lantas apa hubungannya dengan
kepulanganmu?" tanya Ibrahim yang belum
mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera. "Maka aku
pun berkesimpulan", jawab si Fulan seraya bergumam, "bahwa Sang
Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang
lagi buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu
akan pula mencukupkan rizkiku sekali
pun aku tidak bekerja". Oleh karena itu, aku pun akhirnya memutuskan untuk
segera pulang saat itu juga". Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim berkata, "wahai si Fulan sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran
serendah itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta
itu? Mengapa kamu mengikhlaskan
dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba
perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja? Apakah
kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?"
Si Fulan pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia
baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah
ia langsung bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim seraya berkata, "wahai
Abu Ishak, ternyata engkaulah guru kami yang baik". Lalu berangkatlah ia
melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.
terkadang kita salah menyimpulkan sesuatu maka perluya kita diskusi dalam hidup.
BalasHapusbetul sekali bu, dengan diskusi bisa menemui jalan yang terbaik
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKiasan cerita yang bagus. Berusa mencari rezeki supaya bisa membantu saudara-saudara yang kekurangan.
BalasHapusbegitulah mas, sebuah cerita untuk kita jadikan pelajaran
Hapus