Ranking

Rabu, 19 Februari 2014

MENYIKAPI KRITIKAN DENGAN CERDAS

MENYIKAPI KRITIKAN DENGAN CERDAS




Tak dapat bisa kita hindarkan setiap hari kita sering mendapat kritikan dari porang lain, entah itu karena ucapan kita ataupun perilaku kita. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kritikan itu. Jangan tergese-gesa dan menjawabnya secara reaktif. Bukankah rasulullah telah memberikan panduan pada kita agar tak emosi ketika melayani orang yang sedang marah, layanilah dengan kesabaran.

Ada sebuah kisah yang sangat menarik yang perlu kita ambil pelajaran. Pada abad 18 H bencana hebat melanda wilayah Arabia Utara. Kholifah Umar bin Khottob ra melewati hari-harinya tanpa istirahat dan tak bisa tidur memikirkan cara menanggulangi bencana tersebut. Beliau bersumpah tidak akan menyentuh mentega dan minum susu ( makan enak ) sampai kelaparan berakhir.

Bencana itu disusul dengan wabah sampai mematikan yang menyebar di Syiria. Kholifah Umar ra mengambil untanya dan berangkat ke daerah-daerah itu tanpa pengawalan seperti layaknya pejabat sekarang ini, untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Dalam perjalanan pulang, ada dijumpainya sebuah tenda kecil yang menarik perhatiannya. Kholifah Umar ra melihat seorang wanita tua duduk di depan pintu tenda itu, beliaupun menyapa dan bertanya :" Apakah anda tahu tentang Kholifah Umar bin Khottob? ia menjawab: "Dia sedang dalam perjalanan pulang dari Syiria ke Madinah." Apalagi yang engkau ketahui ?tanya Umar lagi, dengan nada menyelidik."Apalagi yang perlu diketahuai dari orang jahat itu? biarkan dia pergi ke tempat anjing-anjingnya," jawab si wanita tua itu yang tidak mengetahui bahwa yang ada di depannya adalah Kholifah Umar yang sedang diperbincangkan.

"Mengapa begitu wahai ibu?" tanya Umar. ""Mengapa tidak? dia tidak memberi kami apa-apa hingga sekarang ini," jawab si wanita ketus itu.
Tetapi bagaimana dia bisa tahu, segala sesuatu yang terjadi di wilayah yang jauh ini? jika dia tidak tahui kondisi rakyatnya, mengapa dia masih tetap menjabat sebagai kholifah? kritiknya semakin pedas. Kholifah Umar ra terbuka hatinya, dia memberi rasa hormat kepada wanita itu seraya berbisik dalam hatinya, "ibu, engkau telah memberi Umar pelajaran.

Tentu bukan merupakan suatu yang enteng mengurus rakyat yang sedang terkena musibah bertubi-tubi seperti itu. Segala ikhtiar sudah dikerahkan sampai-sampai Umar prihatin dan bertekad dengan tidak akan makan dan minum yang enak sebelum bencana itu berlalu.

Kesungguhan pengorbanan dan kesederhanaan Kholifah Umar sudah banyak dikenak dikalangan rakyatnya, dia pantang bermewah-mewah, makan lezat dijauhi, sebelum yakin betul seluruh rakyatnya hidup berkecukuoan. Tapi bagaimana apresiasi sebagian rakyatnya ? ternyata wanita tua itu justru mengkritik dan mencela di depan Kholifah Umar.

Menyikapi kritik dengan cerdas memang tidalah mudah. Kebanyakan orang memilih bersikap reaktif. seringkali belum sampai tuntas mendengarkan pesan kritiknya, kita sudah tergesa-gesa menimpali. Belum selesai satu kalimat sudah dibalas dengan sepuluh kalimat pembelaan. Apalagi yang mengkritik itu, dipandang lebi rendah levelnya.

Apa sich, yang diketahui wanita itu di padang pasir terhadap pekerjaan pemimpin seperti Umar. Bukankah upaya maksimal te;lah dilakukannnya. Membalas kritikan dengan berbusa-busa atau berbagai dalih, tidaklah menunjukkannbahwa kita lebih baik daripada orang yang mengkritik. Seorang yang reaktif dan membalas kritikan, apalagi membalas dengan lebih pedas lagi, malah menunjukan dia lebih rendah lagi.

Jati diri seorang tergantung datri sikap kita mengahdapi kritikan itu sendiri, daripada pembelaan yang tidak karuan. Rasulullah bersabda dalam sebuah haditsnya :"Tidaklah dikatakan orang yang kuat karena menang dalam bergulat, sesungguhnya orang yang kuat itu adalah orang yang sanggup menahan dirinya ketika sedang marah."

Andai Umar ra membalas kritikan itu dengan celaan, tentu seketika martabatnya akan jatuh. Maunya ingin menunjukkan diri lebih baik, tapi justru malah terperosok dalam kehinaan. Reaktif mengahadi kritikan bukanlah sikap terhormat. Hal itu bahkan menunjukkan jiwa yang labil dan kerdil. Hawa nafsu dan ego telah mendominasi dirinya. Alih-alih memahami perasaan da hati orang lain atau berbuat empati terhadap orang lain akan lebih baik kan?

Seorang yang reaktif sesungguhnya lemah mengahadi egonya. Ia tidak bisa mengendalikan diri, sehingga tidak ada pilihan lain dalam mengahdapi kritikan itu, kecuali dengan menyerang balik. Sikap demikian mirip dengan logika binatang yang sedang terdesak lari atau menyerang.

Dalam berbagi bentuknya, seorang yang dikuasai egonya, cenderung tiran, kejam, melampaui batas dan seang memaksa. Kritikan akan dipersepsikan dengan ancaman. Oleh karena itu, sikap refleks yang ditunjukkan adalah balikmenyerang. Sikapnya itu justru mematikan potensi spiritualnya, hanya egonya yang ditonjolkan. Kalau dia seorang pemimpin, tidakakan bisa menumbuhkan potensi diri dan rakyatnya secara maksimal. Sikapnya itiu tidak hanya mematikan nuraninya sendiori, tapi juga menyumbat nurani rakyatnya.

Saat kita bersabar, maka bisikan ruhani akan terdengar. Kita dapat bersikap empatik dan memahami yang dirasakan orang lain. Tidak perlu takut hina, mengakui kelemahan dan kesalahan diri. Sikap Umar ra yang mengaku mendapat pelajaran dan masukan dari wanita itu, apakah membuatnya terhiona? Sama sekali tidak. Pengakuannya itu justru menampakkan kebesaran jiwanya.

Wallahu a'lam bishowwab.

3 komentar:

 ZAITUN ( Zaman Akhir Ini Untuk Ngaji )   Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan pada zaman kita saat ini adalah rendahnya semangat d...