Ranking

Sabtu, 21 Januari 2023

PISANG ( Pantang Iri ,Sombong dan ANGkuh )

 


اَلْحَسُوْدُ لاَ يَسُوْدُ

“Yang iri tidak akan bahagia” (Pepatah Arab)

Iri Pertama di Dunia

Qabil dan Habil adalah dua putera Adam a.s.. Mereka hendak dinikahkan dengan saudara kembar masing-masing. Namun, berdasarkan keputusan yang diambil, Qabil menikah dengan saudara perempuan kembaran Habil dan Habil dinikahkan dengan saudara perempuan kembaran Qabil.

Qabil tidak menerima keputusan ayahnya. Menurutnya, saudara perempuannya itu jauh lebih cantik dibanding dengan saudara perempuan Habil. Ia berburuk sangka kepada ayahnya bahwa ia tidak lebih dicintai ayahnya. Ia merasa dianaktirikan.

Maka, terjadilah kemelut diantara Qabil dan Habil. Mereka memperebutkan untuk menikah dengan saudara perempuan kembaran Qabil. Habil tetap dalam keputusan ayahnya. Sedangkan Qabil menolak dan bersikukuh ingin menikah dengan saudara perempuannya yang cantik.

Berdasarkan bimbingan Allah swt., Adam a.s. pun memediasi mereka berdua agar ishlah. Qabil dan Habil disuruh untuk mempersembahkan qurban dari masing-masing pekerjaannya. Siapa yang qurban-nya diterima Allah, maka dialah yang berhak untuk menikahi saudara perempuan kembaran Qabil. Indikasi diterimanya qurban mereka adalah sambaran api dari langit yang mengenai qurban mereka.

 

Qabil, sebagai petani, mempersembahkan hasil pertanian dan perkebunannya. Namun, kualitasnya tidak baik. Dikiranya, Adam dan Allah tidak akan mengetahui. Adapun Habil, sebagai peternak, ia mempersembahkan beberapa ekor kambing dan sapi yang terbaik.

Ternyata, persembahan yang disambar api dari langit adalah persembahan Habil. Berarti, Allah menerima qurban Habil.

Dengan kejadian tersebut diputuskanlah oleh Adam bahwa Habil berhak menikahi adik Qabil yang cantik jelita itu. Namun Qabil tidak menerima begitu saja. Bahkan Qabil menuduh ayahnya, bahwa yang didoakan oleh ayahnya untuk diterima qurban-nya hanyalah Habil sedangkan qurban Qabil tidak diterima oleh Allah karena memang ayahanda tidak mendoakan kepada Allah (Al-Bidayah wan-Nihayah, al-Hafizh Abul Fida' Ibnu katsir ad-Dimasyqi).

Maka rasa dengki Qabil kepada Habil mendominasi hatinya dan terus menerus berpikir bagaimana caranya untuk melampiaskan kedengkiannya itu. Akhirnya, Qabil mengancam untuk membunuh Habil. Ancaman itu dijawab oleh Habil dengan menyatakan

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴿27﴾ لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ ﴿28﴾ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ ﴿29﴾


“Hanyalah kurban yang diterima oleh Allah, kurban yang dipersembahkan oleh orang-orang yang bertakwa. Kalau engkau sampai tega menjulurkan tanganmu untuk membunuhku, niscaya aku tidak akan menjulurkan kedua tanganku untuk membunuh engkau. Karena aku takut dari ancaman azab Allah Rabb sekalian alam. Dan juga aku tidak ingin membunuh engkau karena aku ingin engkau menanggung sendiri dosamu bila membunuhku dan dosa-dosamu akibat perbuatanmu yang lainnya, sehingga jika engkau membunuhku, engkau akan menjadi penghuni neraka. Dan, memang demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat kezaliman.” (QS Al-Ma'idah [5]: 27-29)

Benar sekali, kedengkian itu membuat orang gelap mata, sehingga tidak mampu mengoreksi dirinya dan cenderung zalim menginginkan orang lain mendapatkan keburukan dan hanya dialah yang berhak mendapatkan kebaikan.

Definisi dan Hukum Iri

Iri atau dalam bahasa Arab disebut al-Hasadu adalah:

تَمَنِّيُّ زَوَالِ النِّعْمَةِ عَنِ صَاحِبِهَا

“Menginginkan hilangnya nikmat dari orang yang memilikinya”

Adapun hukum dari hasud ini adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلاَ تتَنَاجَشُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ

“Janganlah kalian saling hasud, saling menipu agar laku barang dagangan, saling membenci, saling membelakangi dan jangan pula sebagian kalian melakukan transaksi di atas transaki yang lain!” (H.R. Muslim).

Boleh Hasud dalam Dua Perkara

Seluruh hasud dilarang oleh Rasulullah. Namun, ada dua perkara yang dibolehkan hasud (iri). Rasulullah saw. bersabda,

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ

Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal, yaitu (1) seseorang yang Allah ajarkan al-Quran kepadanya. Kemudian ia membacanya malam dan siang sehingga tetangganya mendengarkannya. Lalu tetangga tersebut berkata, “Kalaulah aku diberikan karunia seperti si Fulan, maka aku akan beramal seperti yang ia amalkan”; dan (2) seseorang yang Allah karuniai harta. Ia menghabiskan hartanya dalam kebenaran. Lalu seseorang berkata, “Kalaulah aku dikaruniai seperti apa yang dikaruniakan kepada si Fulan, maka aku akan beramal seperti apa ia amalkan”. (H.R. Bukhari).

1. Iri kepada Ahli Quran

Iri yang dibolehkan bahkan diharuskan yang pertama adalah iri kepada seseorang yang cakap dalam berinteraksi dengan al-Quran (baca: ahli al-Quran). Dengan kecakapannya ini ia membaca al-Quran setiap hari sampai-sampai terdengar oleh tetangga.

Kenapa harus iri kepada ahli al-Quran? Jika kita mau menjawab simple, karena ahli al-Quran adalah orang yang mampu berkomunikasi dengan Allah. Karena, pada hakekatnya ketika membaca al-Quran berarti kita sedang berkomunikasi dengan Allah.  Selain itu, ahli al-Quran merupakan “juru bicara” Allah dan Rasulullah. Dengan kecakapannya dalam al-Quran, ia bisa mengajarkan kepada orang lain selain ia mengamalkannya sendiri. Dan, orang yang mengajarkan al-Quran adalah khairukum (orang terbaik). Demikian menurut hadits Rasulullah.

Keuntungan lainnya adalah, ahli al-Quran itu akan diberi syafaat oleh Allah. Rasulullah saw. bersabda:

إِقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah oleh kalian al-Quran, karena al-Quran akan datang pada hari kiamat sebagai pembawa syafaat bagi para sahabatnya” (H.R. Muslim).

Jadi, tidak kah kita iri kepada orang-orang yang senantiasa bersahabat dengan al-Quran? Membacanya, mempelajarinya, memahaminya, mengajarkannya dan istiqamah di dalamnya?

2. Iri kepada Ahli Shadaqah

Iri yang kedua yang dibolehkan bahkan diharuskan adalah iri kepada seseorang yang kaya tetapi ia tidak dikendalikan hartanya. Justru ialah yang mengendalikan hartanya. Sehingga, harta yang ia miliki ia jadikan alat untuk beribadah kepada Allah. Dialah ahli shadaqah, baik shadaqah yang wajib maupun yang sunat.

Umat sedang membutuhkan sarana pendidikan, ia bershadaqah. Umat sedang membutuhkan sarana ibadah, ia bershadaqah. Anak-anak yatim, ia santuni. Orang-orang papa, ia kasihani. Ia tidak merasa sayang (Sunda: lebar) ketika hartanya dibelanjakan di jalan Allah. Maka, kesudahan orang seperti ini tiada lain dan tidak bukan adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Tidak kah kita iri terhadap orang seperti itu? Jika tidak iri, kacida pisan. Kita harus iri. Banyak keuntungan yang didapat ketika kita menjadi orang berada dan keberadaan kita bermanfaat untuk umat.

 

Sifat angkuh dan sombong telah banyak mencelakakan makhluk ciptaan Allah subhanahu wata’ala, mulai dari peristiwa terusirnya Iblis dari sorga karena kesombongannya untuk tidak mau sujud kepada Nabi Adam alaihis salam tatkala diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk sujud hormat kepadanya.

Demikian juga Allah subhanahu wata’ala telah menenggelamkan Qorun beserta seluruh hartanya ke dalam perut bumi karena kesombongan dan keangkuhannya terhadap Allah subhanahu wata’ala dan juga kepada sesama kaumnya.

Allah subhanahu wata’ala juga telah menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya di lautan karena kesombongan dan keangkuhannya terhadap Allah subhanahu wata’ala dan juga kepada sesama kaumnya, dan karena kesombongannya itulah dia lupa diri sehingga dengan keangkuhannya dia menyatakan dirinya adalah tuhan yang harus disembah dan diagungkan.

Kehancuran kaum Nabi Luth alaihis salam juga karena kesombongan mereka dengan menolak kebenaran yang disampaikan Nabi Luth alaihis salam agar mereka meninggalkan kebiasaan buruk mereka yaitu melakukan penyimpangan seksual, yakni lebih memilih pasangan hidup mereka sesama jenis (homosek), sehingga tanpa disangka-sangka pada suatu pagi, Allah subhanahu wata’ala membalikkan bumi yang mereka tempati dan tiada satu pun di antara mereka yang bisa menyelamatkan diri dari adzab Allah yang datangnya tiba-tiba.Dan masih banyak kisah lain yang bisa menyadarkan manusia dari kesombongan dan keangkuhan, kalaulah mereka mau mempergunakan hati nurani dan akalnya secara sehat.

Mengapa manusia tidak boleh sombong? Sebab manusia adalah makhluk yang lemah, maka pantaskah makhluk yang lemah itu bermega-megahan dan sombong di hadapan penguasa langit dan bumi? Namun fenomena dan realita yang ada masih banyak manusia itu yang lupa hakikat dan jati dirinya, sehingga membuat dia sombong dan angkuh untuk menerima kebenaran, merendahkan orang lain, serta memandang dirinya sempurna segala-galanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, telah menjelaskan tentang bahayanya sifat kesombongan dan keangkuhan, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya ada sedikit kesombongan, kemudian seseorang berkata: “(ya Rasulullah) sesungguhnya seseorang itu senang pakaiannya bagus dan sandalnya bagus”, Beliau bersabda: “Sesunguhnya Allah itu Indah dan Dia menyenangi keindahan, (dan yang dimaksud dengan) kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan melecehkan orang lain” (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkomentar tentang hadits ini, “Hadits ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka dan menolak kebenaran”. (Syarah Shahih Muslim 2/269).

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Orang yang sombong adalah orang yang memandang dirinya sempurna segala-galanya, dia memandang orang lain rendah, meremehkannya dan menganggap orang lain itu tidak pantas mengerjakan suatu urusan, dia juga sombong menerima kebenaran dari orang lain”. (Jami’ul Ulum Wal Hikam 2/275)

Raghib Al-Asfahani rahimahullah berkata, “Sombong adalah keadaan/kondisi seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri, memandang dirinya lebih utama dari orang lain, kesombongan yang paling parah adalah sombong kepada Rabbnya dengan cara menolak kebenaran (dari-Nya) dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya baik berupa ketaatan maupun dalam mentauhidkan-Nya.” (Umdatul Qari` 22/140).

Nash-nash Ilahiyyah banyak sekali mencela orang yang sombong dan angkuh, baik yang terdapat dalam Al-Qur`an maupun dalam As-Sunnah.

1.     Orang Yang Sombong Telah Mengabaikan Perintah Allah subhanahu wata’ala.

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (angkuh).” (QS. 31:18)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, menjelaskan makna firman Allah subhanahu wata’ala: (Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia) dia berkata: “Janganlah kamu sombong dan merendahkan manusia, hingga kamu memalingkan wajahmu ketika mereka berbicara kepadamu.” (Tafsir At-Thobari 21/74)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan Firman Allah subhanahu wata’ala, ”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh”, maksudnya janganlah kamu menjadi orang yang sombong, keras kepala, berbuat semena-mena, janganlah kamu lakukan semua itu yang menyebabkan Allah murka kepadamu”. (Tafsir Ibnu Katsir 3/417).

2.     Orang Yang Sombong Menjadi Penghuni Neraka.

قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا  فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Katakanlah kepada mereka: Masuklah kalian ke pintu-pintu neraka jahannam dan kekal di dalamnya, maka itulah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. Az-Zumar: 72)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya terdapat sedikit kesombongan.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah Aku beritakan kepada kalian tentang penghuni surga? Para shahabat menjawab: tentu (wahai Rasulullah), lalu beliau berkata: “(Penghuni surga adalah) orang-orang yang lemah lagi direndahkan oleh orang lain, kalau dia bersumpah (berdo’a) kepada Allah niscaya Allah kabulkan do’anya, Maukah Aku beritakan kepada kalian tentang penghuni neraka? Para shahabat menjawab: tentu (wahai Rasulullah), lalu beliau berkata: “(Penghuni neraka adalah) orang-orang yang keras kepala, berbuat semena-mena (kasar), lagi sombong”. (HR. Bukhori & Muslim)

3.     Orang Yang Sombong Pintu Hatinya Terkunci & Tertutup.

كَذَٰلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ 

Sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya: “Demikianah Allah mengunci mati pintu hati orang yang sombong dan sewenang-wenang” (QS. Ghafir 35)

Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Sebagaimana Allah mengunci mati hati orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah maka demikian juga halnya Allah juga mengunci mati hati orang yang sombong lagi berbuat semena-mena, yang demikian itu karena hati merupakan sumber pangkal kesombongan, sedangkan anggota tubuh hanya tunduk dan patuh mengikuti hati”. (Fathul Qodir 4/492).

4.     Kesombongan Membawa Kepada Kehinaan Di Dunia & Di Akhirat

سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ

 

Orang yang sombong akan mendapatkan kehinaan di dunia ini berupa kejahilan, sebagai balasan dari perbuatannya, perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala, artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di dunia ini tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanku”. (QS. Al-’Araf: 146)

(Maksudnya) yaitu Aku (Allah) halangi mereka memahami hujah-hujjah dan dalil-dalil yang menunjukkan tentang keagungan-Ku, syari’at-Ku, hukum-hukum-Ku pada hati orang-orang yang sombong untuk ta’at kepada kepada-Ku dan sombong kepada manusia tanpa alasan yang benar, sebagaimana mereka sombong tanpa alasan yang benar, maka Allah hinakan mereka dengan kebodohan (kejahilan). (Tafsir Ibnu Katsir 2/228)

 إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

Kebodohan adalah sumber segala malapetaka, sehingga Allah sangat mencela orang-orang yang jahil dan orang-orang yang betah dengan kejahilannya, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Sesungguhnya makhluk yang paling jelek (paling hina) di sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apapun (jahil).” (QS. Al-Anfal:22)

Maksudnya Allah subhanahu wata’ala menghinakan orang-orang yang tidak mau mendengarkan kebenaran dan tidak mau menutur-kan yang haq, sehingga orang tersebut tidak memahami ayat-ayat-Nya yang pada akhirnya menyebabkan dia menjadi seorang yang jahil dan tidak mengerti apa-apa, dan kejahilan itulah bentuk kehinaan bagi orang-orang yang sombong.

Dan orang yang sombong di akhirat dihinakan oleh Allah subhanahu wata’ala dengan memperkecil postur tubuh mereka sekecil semut dan hinaan datang kepada dari segala penjuru tempat, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits berikut: “Orang-orang yang sombong akan dihimpunkan pada hari kiamat seperti dalam bentuk semut-semut kecil dengan rupa manusia, dari segala tempat datang hinaan kepada mereka, mereka digiring ke penjara neraka jahannam yang di sebut Bulas, di bagian atasnya api yang menyala-nyala dan mereka diberi minuman dari kotoran penghuni neraka”. (HR. Tirmizi & Ahmad, dihasankan oleh Syekh Al-Albani dalam Al-Misykat)

Semoga dengan merenungi nash-nash Ilahiyyah diatas, karunia Allah subhanahu wata’ala beserta kita dan bisa menjauhkan kita dari sifat angkuh dan sombong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 ZAITUN ( Zaman Akhir Ini Untuk Ngaji )   Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan pada zaman kita saat ini adalah rendahnya semangat d...