BERKACA PADA KELUARGA TELADAN
Bismillahirrahmanirrahiim
Ismail berkata,”Hai ayahku! kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”.
Sebagai orang tua sudah selayaknya jika kita mau
membaca sejarah, terlebih apa yang telah dilakukan oleh Ibrahim AS terhadap keluarganya. Bagaimana beliau
mendidik dan mentarbiyah sehingga melahirkan generasi yang sangat tangguh.
Untuk menjadikan generasi yang tangguh tidaklah
semudah membalik telapak tangan, akan tetapi dibutuhkan berbagai usaha untuk
kearah itu. Kalau kita cermati keberhasilan Ibrahim AS dalam mendidik
keluarganya itu disebabkan oleh empat faktor, yaitu :
Yang pertama : Kesucian Niat dan doa orang tua
Ketika menempatkan Ismail dan ibunya Hajar didekat
Baitullah, Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berdoa demi masa depan Ismail
putranya, bahkan doa Ibrahim yang sangat panjang ini telah diabadiakn oleh
Allah dalam surat Ibrahim sepanjang tujuh ayat dari ayat 35 sampai ayat 41.
Jadi niat suci Ibrahim ketika menempatkan Ismail di
tempat itu adalah agar kelak ia dan keturunannya bisa konsisten dalam
menegakkan ibadah sholat, dan u ntuk merealisir niat suci ini tidak lupa beliau
senantiasa memohon pada Allah. Ironisnya, banyak dari orang tua sekarang ketika
menyekolahkan anaknya, mereka memiliki tujuan-tujuan yang tidak benar,
cenderung materialis dan berorientasi sangat jauh dari tujuan-tujuan luhur
pendidikan, disamping mereka sama sekali lupa untuk berdoa demi keberhasilan
pendidikan anaknya.
Yang Kedua: Kesucian Lingkungan dan lokasi belajar
Ismail tumbuh menjadi anak yang cerdas dan shalih
karena peran orang tuanya. Niat suci dalam menempatkan di lembah yang gersang
ini serta tidak kalah pentingnya dengan kesucian dan kebersihan lingkungan
belajar bagi Ismail, di mana ia dan ibunya tinggal di dekat Baitullah yang
sangat dihormati oleh umat manusia, dimana mereka berusaha untuk tidak
melakukan perbuatan perbuatan dosa dan meningkatkan berbgbai amal kebaikan di
tempat suci ni.. Tentu saj lingkungan seperti ini sangat kondusif dan representative
untuk belajar dan pembinaan diri sehingga hasilnya bisa kita lihat pada sosok
Ismail yang penuh dengan keteladanan. Ironisnya, banyak dari orang tua sekarang
ini justru menyekolahkan anak-anaknya disekolah-sekolah yang nilai nilai
Islmanya tidak bisa diaplikasikan sama sekali.
Yang ketiga : Kesucian Guru dan pendidik
Faktor yang sangat
penting bagi keberhasilan pendidikan anak adalah sosok guru dan pendidik
yang selalu memantau dan mengarahkan serta menanamkan nilai-nilai kebenaran
pada diri anak sehingga tumbuh menjadi anak yang shalih, cerdas dan berbakti
kepada orang tua. Guru dan pendidik bagi Ismail tidak lain adalah ibunya sendiri yang memiliki keimanan, keyakinan,
kesabaran, pemahaman dan sifat-sifat penting lainnya yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik yang berhasil.
Riwayat Bukhari dan Muslim ini barangkali bisa
memberikan sedikit gambaran sosok pendidik yang telah menghantarkan Ismail
menjadi anak yang sholih. Diceritakan bahwa ketika Ibrahim menempatkan istrinya
Hajar bersama anaknya Ismail di tempat yang gersang dan tidak ada sumber air
dengan perbekalan yang sangat terbatas, maka wajar saja bila Hajar pada waktu
itu bertanya kepada suaminya dengan penuh keharanan, “Siapakah yang
memerintahkanmu untuk menempatkan kami ditempat ini, apakah Allah yang
memerintahkannya? Pada waktu itu Ibrahim hanya menjawab singkat, “Ya”.
Mendengar jawaban itu, ia ( Hajar )
dengan penuh keyakinan dan tanpa keraguan sedikitpun mengatakan,”jadi kalau
begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami”.
Sungguh ucapan ini sangat mengagumkan dan
mengekspresikan keteguhan, keimanan, pemahaman dan keyakinan yang ada dalam
hati. Sehingga wajar saja bila ucapan-ucapan yang mengagumkan seperti ini juga
keluar dari mulut murid tunggalnya Ismail AS, seperti diawal tadi. Jadi memang
pendidik merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan sang anak, tetapi
ironisnya banyak dari pendidik sekarang justru tidak bisa menempatkan diri
mereka pada posisi keteladanan, seringkali perbuatan mereka kontradiktif dengan
ucapan-ucapannya, akhlaq mereka sangat memprihatinkan, dan komitmennya terhadap
agama juga sangat kurang sehingga mana mungkin mereka yang kondisinya seperti
ini bisa mencetak murid-murid dan anak-anak didik yang shalih dan
berkepribadian Islami.
Yang ke empat : Kecerdasan anak dan kemampuan
intelektualnya
Faktor terakhir yang juga sangat penting adalah
kecerdasan dan kemampuan anak untuk menyerap pelajaran dan mengaplikasikanya
dalam kehidupan sehari-hari. Dan faktor kecerdasan ini seakan terlihat sangat
jelas pada diri Ismail dari jawabannya kepada sang ayah,
Wahai ayahku! kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, insya Allah engaku akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Dimana indikasi-indikasi kecerdasan pada anak terlihat
jelas dari jawabannya ini, sebagaimana penuturan orang-orang bijak bahwa indikasi
pertama kecerdasan anak adalah rasa malu dan puncaknya adalah kesabaran.
Jadi, ketika anak itu masih kecil tetapi memiliki rasa malu untuk melakukan
hal-hal yang idak seharusnya untuk dilakukan di tempat umum, maka hal itu
mengindikasikan kecerdasannya, lebih-lebih lagi apabila ia bila bersabar dalam
menghadapi keprihatinan hidup yang dialami oleh orang tuanya dan segala hal
yang seringkali menimpa anak-anak seusianya.
wallahu a’lam
Semoga saja di Indonesia masih banyak Keluarga teladan dan guru teladan ya?
BalasHapusKadang saya melihat, orangtua yang ga kasih contoh baik pada anaknya, misal mengabaikan sholat, merokok depan anaknya, sibuk main HP sendiri sementara si anak dibiarkan main sendiri...(ini contoh nyata loh!)
Sementara Guru, sekarang beberapa banyak yang komersil dan ada yang suka berkata kasar ke murid. Duh...jadi rindu Umar Bakrie...
sama mbak Popi, msh adakah guru sekarnag setipe Oemar Bakrie ?
Hapusumar bakrie masih banyak di pedesaan. yang dibayar 100 ribu untuk mengajar dengan menendarai sampan dan berangkat dari rumah pagi-pagi buta? adaa sekarang mereka. dan pemerintah, nggak tau berbentuk apa perhatiannya.
Hapussmoga saja demikian mbak pop, saya sendiri juga terlahir dari keluarga guru bahkan sampai sekarangpun saudara2 kandung saya guru semua, istri juga guru mbak.kalo umar bakrie itu hampir sama yg dulu dilakuin oleh bapakku cz ketika mengajar naik GL ( genjot langsung ) alis sepeda onthel. sampai sekarang sepadanya masih bwt kenag-kenangan
Hapusmasih ada cuman kita nya saja yang belum tahu keberadaannya mbak
Hapusbetul sekali mas zach di daerah daerah yang terpencil masih ada guru guru yang setipe umar bakrie..
Hapusitu yang the real pahlawan tanpa tanda jasa
HapusTerimakasih sharingnya Pak. Membutuhkan banyak faktor ya Pak dalam mengajarkan hal-hal baik kepada anak dan generasi penerus..
BalasHapusbetul sekali mas Rachmat, banyak faktor untuk menuju kepada tujuan yang mulia ini, semoga Allah memberi kekuatan pada kita terutama para ortu dalam membina anak-anaknya
HapusInsya Allah masih ada teladan selama dunia belum berakhir :)
BalasHapusInsya Allah
Hapuskecerdasan anak terindikasi pada sifat malu dan sabar,dan ini bermula dari orang tuanya.
BalasHapusbetul sekali bu min pern ortu sangat dihandalkan dalam hal ini
HapusTerima kasih untuk pengingat yang indah dan penting ini, semoga saya bisa menjadi orang tua yang selamat dan menyelamatkan keturunan saya. Amin.
BalasHapussama sama Abi, semoga saja demikan
Hapussaatx gw hruz bilang woww neeh.
BalasHapushttp://baguspost.blogspot.com
silahkan mas bagus tapi jangan sambil koprol ya..
HapusMalu banget saya... karena membaca dan mengingat kisah2 Ibrahim ini cuma saat seputaran bulan Zulhijjah :(
BalasHapusmasih lumayan mbak meski setahun sekali di bulan zulhijjah, smoga saja kedepan kita bisa menerapkan kisah teladan dari keluarga teladan ini
Hapus